Brilio.net - Makan adalah kebutuhan manusia sejak zaman purba. Tak penah ada yang membantah pandangan tersebut. Soal makan tak akan pernah usai selama manusia itu hidup. Fakta ini membuat jenis makanan mengalami perubahan di tiap era, dipengaruhi faktor kebutuhan dan terkadang geografis suatu daerah.

Nah untuk makanan atau kuliner tradisional di Indonesia, tidak sedikit yang muncul karena faktor budaya setempat. Dari sini cita rasa Nusantara begitu beragam. Wajar jika Indonesia menjadi negara yang memiliki kekayaan kuliner beraneka cita rasa.

Sate Padang

Zaman berubah, kuliner Indonesia pun mengalami evolusi. Yang tadinya hanya sekadar mengedepankan cita rasa, di era digital sisi rupa yang menarik juga menjadi penting. Apalagi di mata generasi milenial.

Mereka punya kebiasaan memvisualkan makanan baik dalam bentuk foto maupun video terlebih dahulu sebelum disantap. Dalam bahasa mereka, akan “terasa” lebih nikmat mengunggah foto makanan di sosial media sebelum dilahap. Padahal, tak ada kaitan antara bertambahnya cita rasa dengan visual makanan yang mereka unggah.

Mie Aceh Titi Bobrok rasa kepiting

Kini mengunggah visual makanan layaknya budaya baru di industri kuliner. Terlebih jika makanan tersebut dinilai layak Instagram (instagramable). Peran sosial media juga yang membuat penasaran banyak orang terhadap satu kuliner. Ketika kuliner tersebut hits, ramai-ramai orang akan memburunya.   

Apalagi kini makanan di satu daerah juga bisa ditemui di daerah lain. Sebut saja Soto Lamongan. Sekarang bisa disantap di mana saja, bukan hanya di Lamongan.

Kambing Bakar Bang Ndut

Selain sosial media, popularnya satu jenis makanan juga disebabkan makin maraknya festival kuliner. Ajang ini dinilai sebagai ruang bagi jenis kuliner lebih dikenal publik. Tengok saja Pucuk Coolinary Festival yang tahun ini rencananya digelar di sejumlah kota di Tanah Air.

Pada gelaran kedua di Medan selama dua hari (31 Agustus-1 September 2019) misalnya, dihadirkan lebih dari 80 tenant yang menjual makanan. Sebelumnya acara serupa di gelar di Yogyakarta, Maret 2019. Setidaknya acara ini mengulang sukses tahun lalu di mana Pucuk Coolinary festival digelar di dua kota yakni Malang dan Bandung. Acara ini pun dihadiri puluhan ribu orang.

Umumnya tenant di festival ini memang penjual sajian street food alias kaki lima. Harga yang mereka tawarkan di festival ini pun sama dengan yang biasa mereka jual. Inilah yang membedakan Pucuk Coolinary Festival dengan ajang sejenis lainnya.   

“Ini sebagai bentuk dukungan nyata dari kami adalah dengan tidak memungut biaya sewa booth kepada para tenant kuliner yang terlibat. Selain itu hasil pendapatan para tenant kuliner diberikan 100% untuk mereka. Beberapa tenant yang pernah terlibat pun mengaku semakin dikenal masyarakat setelah ikut berpartisipasi di Pucuk Coolinary Festival,” ujar Brand Manager Teh Pucuk Harum, Yustina Amelia saat ditemui di pembukaan Pucuk Coolinary Festival.

Nah di acara kali ini, bukan hanya makanan khas Sumatera Utara saja yang bisa ditemui tetapi banyak juga sajian kuliner dari berbagai daerah di Indonesia. Sebut saja, Martabak Durian Samudra dari Aceh Nanggroe Darussalam yang menjadi salah satu tenan favorit untuk sajian makanan manis di acara ini. Harga yang ditawarkan cukup bersahabat. Cuma Rp 10 ribu satu porsi.  

Dari Aceh ada juga Mie Titi Bobrok yang memang sudah terkenal di Medan. Ada tiga pilihan rasa yang bisa dinikmati, daging, udang dan kepiting. Lalu ada juga Mie Balap Bang Mail yang nge-hits di ibukota Sumatera Utara itu. Masih banyak lagi sajian kuliner. Jika disebutkan satu persatu tak akan ada habisnya.

Acara Pucuk Coolinary Festival di Lapangan Parkir Plaza Medan Fair pun tak pelak mendapat sambutan dari masyarakat. Acara ini juga mendapat apresiasi pemerintah setempat. Pucuk Coolinary Festival dibuka Wakil Walikota Medan, Akhyar Nasution. Hadir dalam acara tersebut National Sales & Promotion Head PT Mayora Indah Tbk Henry David Kalangie, dan Kepala Dinas Pariwisata Kota Medan, Agus Suriyono.

Bagaimana tidak mendapat perhatian masyarakat, acara ini gratis bagi pengunjung. Sajian acaranya juga dikemas secara menarik. Bayangkan saja, bagi pengunjung yang menunjukan dua botol The Pucuk baik kosong maupun isi bisa mendapat Mie Balap Bang Mail gratis. Selama dua hari, acara ini membagikan 10 ribu porsi Mie Balap Bang Mail yang kesohor itu.

Selain kuliner, ada juga sajian musik dari sederet musisi muda diantaranya Slave Sound (SMAK Abdi Siswa), jawara Pucuk Cool Jam 2017. Selain itu ada juga atraksi seru seperti kompetisi Spicy King Noodle Contest. Ini kompetisi khusus buat mereka yang suka makanan pedas.

Para peserta harus bisa melahap tiga porsi mie dengan tiga kategori tingkat kepedasan, mulai dari level 2, level 4, dan level 5. Kompetisi ini pun berlangsung selama dua hari.

Slave Sound (SMAK Abdi Siswa), jawara Pucuk Cool Jam 2017

Di hari pertama digelar babak penyisihan dari tiga sesi yang digelar untuk menentukan peserta yang bakal lolos ke babak final di hari kedua. Pada masing-masing sesi dipilih 10 orang tercepat yang dapat menghabiskan ketiga porsi yang disediakan. Di sini peserta nggak perlu formal saat menyantap. Tak harus pakai sendok atau sumpit. Pakai tangan langsung juga oke.  

Di babak final yang dilakukan pada hari kedua diikuti 30 peserta untuk memperebutkan gelar juara. Hadiahnya juga oke banget lho. Juara ketiga mendapat uang tunai Rp 1 juta. Sementara juara kedua berhak mengantongi Rp 2 juta dan juara pertama Rp 3 juta.

Peserta kompetisi Spicy King Noodle Contest

Keseruan festival kuliner terbesar di Medan ini makin bertambah dengan penampilan Muhammad Arif alias Mak Beti. Kreator video lucu singkat ini pun membuat heboh pengunjung dengan aksi-aksi nyelenehnya.

Festival ini makin mengundang rasa penasaran dengan adanya undian dua sepeda motor Yamaha N Max di setiap akhir acara selama dua hari itu. Untuk mengikuti undian ini juga nggak ribet. Pengunjung cukup berbelanja di tenant yang mereka inginkan. Lalu mereka mendapat struk belanja yang bisa ditukarkan dengan nomor undian. Pengunjung tinggal menuliskan data diri lengkap.

Mak Beti yang bikin heboh

Konsep acara ini makin menarik dengan pembagian tiga zona rasa, yaitu pedas, manis, dan gurih. Konsep ini untuk memberikan pengalaman wisata kuliner. Para foodies bisa bebas menikmati kuliner favorit Medan.

“Medan sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia dikenal dengan keistimewaan kuliner yang beragam karena adanya pengaruh dari berbagai ciri khas suku yang ada. Hal ini tentunya membuat Medan menjadi destinasi wisata kuliner favorit yang selalu menjadi pilihan foodies dari berbagai kota di Indonesia,” ujar Yustina.

Selain bisa puas menikmati aneka kuliner lezat, lidah dan perut foodies juga dimanjakan beragam sesi makan seru yang menguntungkan di acara yang mengusung tema Temukan Rasa Favoritmu ini. Ada sesi “Happy Hour” yang menawarkan harga spesial di jam-jam tertentu yaitu potongan harga senilai Rp 10 ribu yang berlaku di semua tenant.

Sudah begitu tenant kuliner yang terlibat selama dua hari juga mendapat voting dari para pengunjung. Pemenang favorit dari setiap zona rasa mendapat hadiah uang tunai jutaan rupiah untuk memajukan bisnis kulinernya. Yang jelas, saat ini, festival kuliner menjadi salah satu ruang yang mampu mendorong perkembangan bisnis kuliner lokal agar bisa dikenal lebih dekat masyarakat khususnya pecinta kuliner.

Gerry Girianza ikut meramaikan acara Pucuk Coolinary Festival di Medan

Youtuber yang suka masak sekaligus makan, Gerry Girianza pun angkat bicara soal festival kuliner ini. Meski festival ini tidak terlalu banyak menampilkan kuliner khas Sumatera Utara, namun penyajian acaranya cukup seru. Varian kulinernya pun beragam.

“Memang lebih banyak menampilkan street food kekinian, tapi seru banget sih. Gue juga jadi makin kenal jenis makanan daerah lain,” ujar Gerry kepada Brilio.net.

Acara ini sekaligus bisa membangun keingintahuan anak muda terhadap cita rasa kuliner Nusantara. Maklum selama ini mereka lebih banyak latah. Begitu melihat satu jenis kuliner lagi hits atau nge-tren di sosial media mereka ramai-rami mencari ingin merasakannya.

“Untuk anak muda memang belum sepenuhnya mengikuti kuliner karena cita rasa, tapi lebih kepada tren. Kalau ada makanan atau minuman lagi tren mereka ikut,” ungkap Gerry.

Namun apapun itu, festival kuliner seperti Pucuk Coolinary Festival mesti sering digelar untuk lebih memperkenalkan kekayaan kuliner Nusantara yang kaya cita rasa dan gizi kepada generasi milenial. Ketimbang mereka terbuai junk food yang sangat tinggi gula, garam dan lemak trans.