Takjil bubur lodeh, tradisi di Masjid Sabilurosyad sejak abad 16
Diperbarui 21 Mei 2019, 15:09 WIB
Diterbitkan 21 Mei 2019, 15:10 WIB
Brilio.net - Bulan Ramadan memang menjadi bulan yang penuh keistimewaan bagi seluruh umat muslim di dunia. Saking istimewanya, ada banyak tradisi yang hanya dilakukan oleh masyarakat setiap bulan puasa.
Seperti yang dilakukan oleh masyarakat di sekitar Masjid Sabilurrosyad, Desa Wirirejo, Kecamatan Pandak, Bantul, DIY. Setiap datang bulan Ramadan, masyarakat desa tersebut memiliki tradisi untuk menyantap takjil bubur sayur lodeh bersama di masjid yang dibangun pada tahun 1500-an silam itu.
Tradisi tersebut dimulai dengan memasak bubur bersama-sama oleh masyarakat. Kegiatan memasak bubur ini dilakukan oleh kaum pria maupun wanita. Mereka bergotong royong untuk menyajikan ratusan porsi bubur sayur lodeh yang akan disantap saat berbuka.
Tradisi menyantap takjil bubur tersebut sudah dilakukan turun temurun sejak masjid berdiri. Masjid Sabilurrosyad sendiri didirikan oleh Panembahan Bodho, seorang bangsawan yang masih keturunan kerajaan.
Kendati demikian, Panembahan Bodho ini memilih untuk hidup berbaur dengan masyarakat hingga akhirnya mendirikan masjid tersebut. Hingga saat ini, masyarakat masih melestrasikan tradisi makan bubur tersebut.
foto: brilio.net/Syamsu Dhuha
Diungkapkan oleh Hariyadi, Ketua Takmir Masjid Sabilurrosyad, masyarakat sekitar meyakini bahwa tradisi makan bubur tersebut merupakan peninggalan dari para wali yang membawa ajaran agama Islam ke Indonesia.
"Masyarakat meyakini, tradisi bubur ini merupakan peninggalan para wali dan terlebih lagi yang membawa ajaran agama Islam ke Indonesia. Kebiasaan mereka itu kan makan bubur. Kita masih tradisikan makan takjil bubur ini karena kami percaya hal tersebut adalah warisan dari leluhur yang memiliki makna adiluhung (baik)," terang Hariyadi.
Bubur sendiri bagi masyarakat sekitar diyakini memiliki makna mendalam. Bubur merupakan simbol dari hal yang baik, sehingga masyarakat sekitar melaksanakan tradisi tersebut hingga saat ini.
foto: brilio.net/Ivanovich Aldino
"Bubur itu kan dari kata bibirin yang artinya sesuatu yang baik. Artinya, mengajak orang-orang bahwa di masjid ada sesuatu yang baik. Lalu, bubur ini berasal dari kata beber, artinya siapapun yang datang di masjid akan mendapatkan atau dibeberi tentang ajaran Islam. Sehingga sebelum menyantap takjil ini, kami awali dengan pengajian," kata Hariyadi.
"Selanjutnya, bubur ini dari kata babar. Artinya, agama Islam ini berlaku untuk seluruh kalangan, tua muda, punya atau tidak punya. Jadi Islam ini tidak memandang kasta, sehingga babar atau merata. Sama halnya dengan bubur ini. Bubur kan dimasak agar masakan ini merata, bisa dinikmati oleh semua orang" lanjutnya.
Setiap hari, masjid menyediakan 100 hingga 150 porsi bubur. Bahan bubur sendiri di dapat dari swadaya masyarakat. Meskipun takmir masjid sudah menyediakan, namun warga tetap berinisiatif untuk menyumbang berbagai kebutuhan.
Bubur tersebut disajikan dengan sayur lodeh dan krecek sebagai pendamping. Panitia menyajikan bubur dalam piring kemudian dibagikan kepada para jamaah masjid. Mulai dari anak-anak, remaja dan orang dewasa berbondong-bondong datang ke masjid untuk menyantap sepiring bubur lodeh.
"Di hari Jumat, jamaah yang datang lebih banyak. Banyak orang dari luar daerah yang ingin mencicipi bubur lodeh ini. Oleh karena itu, kami bisa menyediakan hingga 300-500 porsi bubur khusus di hari Jumat. Selain itu kalau hari Jumat banyak sekali orang yang bersemangat untuk sedekah," pungkas Hariyadi.
(brl/lea)
RECOMMENDED ARTICLES
- Resep kunafa, hidangan penutup Arab yang khas Ramadan
- 10 Menu berbuka puasa tanggal tua ini bikin tepuk jidat
- Ingin buka puasa dengan sushi, tempat ini wajib dikunjungi
- Intip menu sahur dan berbuka 6 pasangan seleb pengantin baru
- Ini menu berbuka puasa 10 seleb Tanah Air, bikin ngiler
- 5 Momen sahur & buka puasa Irish Bella dan Ammar, santap masakan ayah
FOODPEDIA
Video
Selengkapnya-
Jalan Makan Shiki, resto sukiyaki bergaya kansai daging disajikan dengan permen kapas
-
Jalan Makan Kari Lam, jualan sejak 1973 membawa rasa nostalgia
-
Jalan Makan Sroto Eling-Eling, gurihnya kuah dan melimpahnya daging kuliner Banyumas