Tengkleng Rp 10 ribu dan cerita di balik kemurahan senyum si penjual

Tepatnya di pojok SPBU Jurug, timur Universitas Sebelas Maret, Solo, sepeda onthel milik Wulandari terparkir. Ia menjajakan tengkleng kambing di atas sepedanya. Ia mulai berjualan di sana pada pukul 13.30 WIB sampai stok habis.

Sebelumnya, Wulandari berkeliling mengayuh sepeda sambil menggendong tenggok (bakul kecil) berisi tengkleng demi menyambung kebutuhan hidup sekeluarga. Hingga akhirnya pada Februari 2019, ia memilih berjualan di satu tempat saja.

Nyatanya rezeki sudah diatur Tuhan, setelah ia berhenti berkeliling justru makin banyak pembeli yang menghampirinya.

salah satu keistimewaan tengkleng milik Wulandari yakni enak dan harga merakyat. Ia pun termasuk penjual yang royal pada para pelanggannya. Terbukti, untuk nasi di dalam porsi tengkleng tak dihargainya alias gratis.

Jadi pelanggan hanya membayar jenis tengkleng yang dipilih. Wulandari menghargai satu sajian tengklengnya mulai dari Rp 10 ribu hingga Rp 20 ribu.

Tak disangka hasil kerja kerasnya berhasil mengantar anak-anaknya hingga jenjang SMA dan membiayai pernikahan. Satu hal yang bikin salut, Wulandari ternyata merawat lima anak angkat dan enam anak kandung. Ia berjuang sendirian dengan berstatus 'single mom', suaminya telah berpulang sejak 2011. Wulandari jadi salah satu gambaran jutaan orang yang tengah berjuang.

(brl/red)

Review

Selengkapnya